Minggu, 30 September 2012

AGAMA DAN MASYARAKAT


 
BAB 1
PENDAHULUAN


A.1. Latar Belakang

Dilihat dari segi agama dan budaya dalam masyarakat kita, masing-masing memiliki hubungan erat antara satu sama lainnya, dan bahkan sering juga banyak disalah artikan oleh orang-orang yang belum memehami bagai mana menempatkan posisi agama dan posisi berbudaya pada suatu kehidupan. Saat ini kita masih sering menyaksikan adanya segelintir masyarakat yang mencampur adukkan nilai-nilai agama dengan nilai-nilai budaya yang hendaknya mampu menempakan diri dalam bermasyarakat yang beragama. Dalam hal ini kelompok kami hendak mengulas mengenai bagai mana hidup beragama dalam bermasyarakat yang akan kami susun dalam bentuk makalah dengan judul “Agama dan Masyarakat”.


A.2. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tanggung jawab sebagai mahasiswa Psikologi Gunadarma angkatan 2012 Kelas 1 PA04, dalam mata kuliah Agama Islam.






BAB II


A.    Pengertian Agama dan Masyarakat

Masyarakat adalah sistem sosial yang menghasilkan kebudayaan (SoerjonoSoekanto, 1983).Sedangkan agama menurut Kamus Besar Bahasa Indinesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan  kewajiban - kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut. Sedangkan  agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideology bangsa Indonesia, yaitu Pancasila: “KetuhananYang  MahaEsa”. Sejumlah agama di Indonesia  berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi, dan  budaya. Di tahun 2000,  kira-kira 86,1%  dar i 240.271.522  penduduk Indonesia  adalah  pemeluk agama Islam, 5,7% Protestan,  3% Katolik,  1,8% Hindu, dan 3,4%  kepercayaan lainnya.

            Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap – tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan “menjamin masyarakatnya menyembah , menurut agama atau kepercayaannya masing-masing”. Pemerintah, bagaimanapun secara resmi hanya mengakui enam Agama yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.

Dengan banyaknya agama maupun aliran dan kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan.Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program trasmigrasi secara tidak langsung telah menyebab kan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.

Berdasarkan sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong utama dalam keaneka ragaman agama dan  kultur di dalam negri dengan pendatang dari berbagai Negara seperti India, Tiongkok, Portugal ,  Arab,  Belanda dan negara-negara lainya yang secara tidak langsung telah membawa perubahan-perubahan kultur di Indonesia.

Berdasarkan penjelasan diatas penetapan Presiden No.1 Tahun 1965 Tentang pencegahan penyalah gunaan dan/atau  Pedoman Agama pasal 1,”Agama –agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)”.
-          Islam         :

      Indonesia merupakan Negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan 88% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam. Mayoritas muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatra. Masuknya agama Islam ke Indonesia melalui perdagangan.


-          Kristen Katolik     :
     
Agama Katolik untuk pertamakalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatra Utara. Dan pada abad ke-14 dan  ke-15 telah ada umat Katolik di Sumatra Selatan.  Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian di ikutib bangsa Spanyol yang berdagang  rempah - rempah.


-          Kristen Protestan             :  

Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa colonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia.  Agama ini berkembang sangat pesat di abad ke-20, yang ditandaiolehkedatanganparamisionarisdariEropakebeberapawilayah di Indonesia, seperti di wilayahbarat Papua danlebihsedikitdi kepulauanSunda.


Hindu        :

Agama Hindu tiba di Indonesia pada  abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Budha, yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan - kerajaan  Hindu - Budha seperti Kutai, Mataram dan Majapahit.


-          Budha        :

 Budha merupakan agama tertua kedua di Indonesia,  tiba pada abad keenam masehi.  Sejarah Budha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu.


-          Konghucu            :

Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan dibawa oleh pedagan Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba dikepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitik beratkan pada kepercayaan dan praktik yang individual.          


B. Fungsi-Fungsi Agama

Seasungguhnya hakekat dari hubungan antara manusia dengan agama terbangun secara fitriah. Hal ini, terutama ditandai oleh beberapa kenyataan yang memperlihatkan besarnya porsi kebutuhan manusia untuk melengkapi dirinya dengan agama.

Agama dibutuhkan manusia sebagai tuntunan bagi dirinya kepada sang pencipta maupun dalam rangka menjalin hubungan yang harmonis, terhadap lingkungan dan sesama mahluk. Semua ini di butuhkan oleh manusia dalam rangka memperoleh keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan.

Dalam alam semesta yang luas ini, posisi manusia sesungguhnya tak lebih dari mahluk yang hidup dalam kosmos besar yang telah memiliki hukum tersendiri. Disana ada gejala alam yang tidak seluruhnya bisa dipahami oleh manusia. Selain itu juga ada misteri kehidupan yang berjalan di luar kekuasaan manusia, seperti adanya kematian yang di luar kemampuan manusia untuk mencegahnya.

    Dalam agama memuat berbagai hal yang harus dilakukan oleh manusia dan tentang hal-hal yang harus dihindarkan. Kepatuhan pada ajaran agama ini akan menghasilkan kondisi ideal.

Mengapa ada yang Takut pada Agama?

Mereka yang sekuler berusaha untuk memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari. Mereka yang marxis sama sekali melarang agama. Mengapa mereka melakukan hal-hal tersebut? Kemungkinan besarnya adalah karena kebanyakan dari mereka sama sekali kehilangan petunjuk tentang tuntunan apa yang datang dari Tuhan. Entah mereka dibutakan oleh minimnya informasi yang mereka dapatkan, atau mereka memang menutup diri dari segala hal yang berhubungan dengan Tuhan.

Alasan yang seringkali mereka kemukakan adalah agama memicu perbedaan. Perbedaan tersebut menimbulkan konflik. Mereka memiliki orientasi yang terlalu besar pada pemenuhan kebutuhan untuk bersenang-senang, sehingga mereka tidak mau mematuhi ajaran agama yang melarang mereka melakukan hal yang menurutnya menghalangi kesenangan mereka, dan mereka merasionalisasikan perbuatan irasional mereka itu dengan justifikasi sosial-intelektual. Mereka menganggap segi intelektual ataupun sosial memiliki nilai keberhargaan yang lebih. Akibatnya, mereka menutup indera penangkap informasi yang mereka miliki dan hanya mengandalkan intelektualitas yang serba terbatas.

Mereka memahami dunia dalam batas rasio saja. Logika yang mereka miliki begitu terbatasnya, hingga abstraksi realita yang bersifat supra-rasional tidak mereka akui. Dan hasilnya, mereka terpenjara dalam realitas yang serba empiri. Semua harus terukur dan terhitung. Walaupun mereka sampai sekarang masih belum memahami banyaknya fungsi alam yang bekerja dalam mekanisme supra rasional, keterbatasan kerangka berpikir yang mereka miliki menegasikan semua hal yang tidak dapat ditangkap secara inderawi.

Padahal, pembatasan diri dalam realita yang hanya bersifat empiri hanya akan membatasi potensi manusia itu sendiri. Dan hal ini menegasikan tujuan hidup yang selama ini diagungkan para penganut realita rasio-saja, yaitu aktualisasi diri dan segala potensinya.

Agama, dengan sandaran yang kuat pada realitas supra rasional, membebaskan manusia untuk mengambil segala hal yang terbaik yang dapat dihasilkannya dalam hidup. Semua-apakah hal itu bersifat empiri-terukur, maupun yang belum dapat diukur. Empirisme bukanlah suatu hal yang ditolak agama. Agama yang benar, yang bersifat universal, mencakup segi intelektual yang luas, yang diantaranya adalah empirisme. Agama tidak mereduksi intelektualitas manusia dengan membatasi kuantitas maupun kualitas suatu ide. Agama yang benar, memberi petunjuk pada manusia tentang bagaimana potensi manusia dapat dikembangkan dengan sebesar-besarnya. Dan sejarah telah membuktikan hal tersebut.

Kesalahan yang dibuat para penilai agama-lah yang kemudian menyebabkan realita ajaran ideal ini menjadi terlihat buruk. Beberapa peristiwa sejarah yang menonjol mereka identikan sebagai kesalahan karena agama. Karena keyakinan pada ajaran agama. Padahal, kerusakan yang ditimbulkan adalah justru karena jauhnya orang dari ajaran agama. Kerusakan itu timbul saat agama-yang mengajarkan kemuliaan- disalahgunakan oleh manusia pelaksananya untuk mencapai tujuan yang terlepas dari ajaran agama itu sendiri, terlepas dari pelaksanaan keseluruhan dimensinya.

C. Pelembagaan Agama

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan agama? Kami mengurapamakan sebagai sebuah telepon. Jika manusia adalah suatu pesawat telepon, maka agama adalah media perantara seperti kabel telepon untuk dapat menghubungkan pesawat telepon kita dengan Telkom atau dalam hal ini Tuhan. Lembaga agama adalah suatu organisasi, yang disahkan oleh pemerintah dan berjalan menurut keyakinan yang dianut oleh masing-masing agama. Penduduk Indonesia pada umumnya telah menjadi penganut formal salah satu dari lima agama resmi yang diakui pemerintah. Lembaga-lembaga keagamaan patut bersyukur atas kenyataan itu. Namun nampaknya belum bisa berbangga. Perpindahan penganut agama suku ke salah satu agama resmi itu banyak yang tidak murni.

Sejarah mencatat bahwa tidak jarang terjadi peralihan sebab terpaksa. Pemaksaan terjadi melalui “perselingkuhan” antara lembaga agama dengan lembaga kekuasaan. Keduanya mempunyai kepentingan. Pemerintah butuh ketentraman sedangkan lembaga agama membutuhkan penganut atau pengikut. Kerjasama (atau lebih tepat disebut saling memanfaatkan) itu terjadi sejak dahulu kala. Para penyiar agama sering membonceng pada suatu kekuasaan (kebetulan menjadi penganut agama tersebut) yang mengadakan invansi ke daerah lain. Penduduk daerah atau negara yang baru ditaklukkan itu dipaksa (suka atau tidak suka) menjadi penganut agama penguasa baru.

Kasus-kasus itu tidak hanya terjadi di Indonesia atau Asia dan Afrika pada umumnya tetapi juga terjadi di Eropa pada saat agama monoteis mulai diperkenalkan. Di Indonesia “tradisi” saling memanfaatkan berlanjut pada zaman orde Baru.Pemerintah orde baru tidak mengenal penganut di luar lima agama resmi. Inilah pemaksaan tahap kedua. Penganut di luar lima agama resmi, termasuk penganut agama suku, terpaksa memilih salah satu dari lima agama resmi versi pemerintah. Namun ternyata masalah belum selesai. Kenyataannya banyak orang yang menjadi penganut suatu agama tetapi hanya sebagai formalitas belaka. Dampak keadaan demikian terhadap kehidupan keberagaan di Indonesia sangat besar. Para penganut yang formalitas itu, dalam kehidupan kesehariannya lebih banyak mempraktekkan ajaran agam suku, yang dianut sebelumnya, daripada agama barunya. Pra rohaniwan agama monoteis, umumnya mempunyai sikap bersebrangan dengan pra keagamaan demikian. Lagi pula pengangut agama suku umumnya telah dicap sebagai kekafiran. Berbagai cara telah dilakukan supaya praktek agama suku ditinggalkan, misalnya pemberlakukan siasat/disiplin gerejawi. Namun nampaknya tidak terlalu efektif. Upacara-upacara yang bernuansa agama suku bukannya semakin berkurang tetapi kelihatannya semakin marak di mana-mana terutama di desa-desa.

Demi pariwisata yang mendatangkan banyak uang bagi para pelaku pariwisata, maka upacara-upacara adat yang notabene adalah upacara agama suku mulai dihidupkan di daerah-daerah. Upacara-upacara agama suku yang selama ini ditekan dan dimarjinalisasikan tumbuh sangat subur bagaikan tumbuhan yang mendapat siraman air dan pupuk yang segar. Anehnya sebab bukan hanya orang yang masih tinggal di kampung yang menyambut angin segar itu dengan antusias tetapi ternyata orang yang lama tinggal di kotapun menyambutnya dengan semangat membara. Bahkan di kota-kotapun sering ditemukan praktek hidup yang sebenarnya berakar dalam agama suku. Misalnya pemilihan hari-hari tertentu yang diklaim sebagai hari baik untuk melaksanakan suatu upacara. Hal ini semakin menarik sebab mereka itu pada umumnya merupakan pemeluk yang “ fanatik” dari salah satu agama monoteis bahkan pejabat atau pimpinan agama.
















BAB III

PENUTUP


A.          Kesimpulan

Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasauf.

Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial, dan individu dengan masyarakat seharusnyalah tidak bersifat antagonis.


B.          Saran

Dengan dibuat nya makalah ini kami mengharapkan kepada pembaca agar bisa memahami dan  dapat  menerangkan hubungan  antara agama dan masyarakat.

Daftar pustaka :
Eksistensi manusia dan agama oleh. H. Moch. Basofi Soedirman.
htpp://.wordpress.com
htpp://dimasmarham.blongspot.com
htpp//yonocuex.blongspot.com
htpp//bonyrochester.blongspot.com