Senin, 02 November 2015

LEADERSHIP



Kelompok softskill 3PA06
Durian :
1.     Achmad Salman D
2.     Ayu Rosita
3.     Citra Anggraeni A
4.     Fani J
5.     Sastia Juliana
6.     Yenti Astuti

PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil. Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi dibanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik. Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan social manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri. Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.

LEADERSHIP


1.            Definisi Leadership atau Kepemimpinan

Leadership adalah kemampuan untuk menentukan kemana hidup akan  kita arahkan apa-apa saja yang ingin kita lakukan dalam hidup ini dan jalan mana yang harus kita tempuh untuk mencapainya.
Menurut Ralph M. Stogdill mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut: kepemimpinan manajerial adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas dari anggota kelompok (Stoner, 1986:114).
Kemudian menurut A.M. Kadarman, Sj dan Jusuf Udaya kepemimpinan didefinisikan sebagai seni atau proses untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar mereka mau berusaha untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai kelompok (Kadarman et.al, 1992:110).
Lalu menurut Kae H. Chung dan Leon C Megginson kepemimpinan didefinisikan sebagai kesanggupan mempengaruhi prilaku orang lain dalam suatu arah tertentu (Kossen, 1986:181).
Sedangkan menurut Edwin A. Fleishman kepemimpinan diartikan suatu usaha mempengaruhi orang antar perseorangan (interpersonal) lewat proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan (Gibson, Ivancevich and Donnely, 1987:263).
Dan sementara itu Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya (Joseph C. Rost.,1993).
            Dari rumusan-rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk tercapainya suatu tujuan tertentu.


2.                  Teori Kepemimpinan Partisipatif

Kepemimpinan partisipatif menyangkut usaha-usaha oleh seorang manajer untuk mendorong dan memudahkan partisipasi orang lain dalam pengambilan keputusan yang jika tidak akan dibuat tersendiri oleh manajer tersebut (Yukl, 1998: 132). Kepemimpinan ini mencakup aspek-aspek kekuasaan seperti bersama-sama menanggung kekuasaan, pemberian kekuasaan dan proses-proses mempengaruhi yang timbal-balik. Sedangkan yang menyangkut aspek-aspek perilaku kepemimpinan seperti prosedur-prosedur spesifik yang digunakan untuk berkonsultasi dengan orang lain untuk memperoleh gagasan dan saran-saran, serta perilaku spesifik yang digunakan untuk proses pengambilan keputusan dan pendelegasian kekuasaan. Kepemimpinan partisipatif (participative leadership) adalah pemimpin meminta dan menggunakan saran-saran bawahan, tetapi tetap berperan dalam pengambilan dan pembuatan keputusan.

a. Teori X & Y dari Douglas Mcglegor
Pada tahun 1943 Malow mengungkapkan suatu teori yang mengusulkan agar orang di motivasi oleh suatu hierarki kebutuhan termasuk intensif keuangan dan penerimaan sosial.Hierarki maslow mungkin merupakan teori yang paling dikenal dengan baik, sementara itu model teori X dan teori Y dari Gouglas Mcglegor merupakan yang terbaik dalam menyajikan esensi  dari gerakan hubungan manusia. Menurut McGregor teori X dan teori Y mereflleksikan dua keyakinan ekstrem yang membedakan manajer mengenai pekerja mereka.
     Teori X adalah suatu pandangan yang relatif negatif mengenal pekerja dan konsisten dengan pandangan manajemen ilmiah.
     Sedangkan Teori  Y adalah suatu pandangan positive mengenai pekerja, teori ini mencerminkan asumsi yang dibuat dengan pendukung hubungan manusia.

Kemunculan perilaku Organisasi Teori X dan teori Y
Douglas Mcrleggor mengembangkan teori X dan teori Y, Dia berpendapat bahwa teori X merepresentasikan dengan baik pandangan dari manajemen ilmiah,sedangkan teori Y merepretasikan pendekatan hubungan manusia. Mcgreggor yakin bahwa teori  Y merupakan filosofi yang paling baik untuk semua manajer.
Asumsi Teori X
1.      Orang tidak suka bekerja dan mereka berusaha untuk menghindarinya
2.      Orang tidak suka bekerja, sehingga manajer harus mengendalikan, mengarahkan, memaksa dan mengancam pekerja agar mereka mau bekerja menuju tujuan organisasi.
3.      Orang cenderung suka untuk diarahkan, menghindari tanggung jawab dan menginginkan keamanan, mereka memilikki sedikit ambisi
Asumsi Teori Y
1.      Orang tidak secara alami membenci pekerjaan, pekerjaan merupakan suatu bagian yang alami dari hidup mereka
2.      Orang secara internal termotivasi untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawab mereka.
3.      Orang mengikatkan diri pada tujuan hingga suatu tingkat dimana mereka menerima penghargaan pribadi ketika mereka mencapai tujuan mereka.
4.      Orang akan mencari dan menerima tanggung jawab dalam kondisi yang disukai.
5.      Orang memiliki kapasitas untuk berinovasi dalam memecahkan masalah dan organisasi.
6.      Orang pada dasarnya cerdas tapi dalam kebanyakan kondisi organisasi, potensi mereka kurang dimanfaatkan secara penuh.


b.  Teori Sistem 4 dari Rensis Likert
Likert (dalam O’Hair, Friedrich &Dixon, 2005, p.152-153) menyatakan bahwa umumnya seorang pemimpin menggunakan empat gaya komunikasi, yaitu :
1.      System I (Authoritarian)
Pemimpin System I ini bersifat task oriented, sangat terstruktur, dan otoriter. Hubungan interpersonal tidaklah begitu penting. Pemimpin System I memiliki tingkat kepercayaan yang sangat kecil terhadap bawahannya dan tidak melibatkan mereka di dalam pengambilan keputusan. Bawahan bekerja dengan iklim yang terintimidasi dan rasa takut. Komunikasi hanya berjalan dari atasan ke bawahan saja mengikuti rantai kepemerintahan.
2. System II (Controlling) Pemimpin System II bersifat task oriented, namun juga mengontrol organisasi atau unit di dalamnya, bersifat sedikit otoriter. Pemimpin merendahkan bawahan dan walaupun tidak terlalu ketat, ia juga memiliki ketidakpercayaan kepada bawahannya. Bawahan memiliki izin untuk berpendapat pada saat pengambilan keputusan, namun permasalahan organisasi diselesaikan seluruhnya oleh jajaran atas perusahan. Meskipun sebagian besar arus komunikasinya dari atasan kepada bawahan, tetapi beberapa interaksi masih terlihat langsung antara jajaran atas perusahaan dan jajaran bawah perusahaan.
3. System III (Collaborative) Pemimpin System III secara terbuka menempatkan keyakinan dan kepercayaan kepada bawahannya. Seorang atasan mengontrol bawahan melalui negosiasi dan kolaborasi. Bawahan memiliki hak untuk berpendapat dalam proses pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut persoalan kerja mereka. Arus komunikasi mengalir secara relatif dua arah, yaitu dari atasan kepada bawahan dan dari bawahan kepada atasan dalam hierarki organisasi.
4. System IV (Nurturing) Pemimpin System IV berkonsentrasi pada hubungan baik dengan atasan sekaligus bawahan mereka. Mereka memelihara keyakinan dan kepercayaan kepada bawahannya serta memberi mereka motivasi dan semangat dalam proses pengambilan keputusan di seluruh jajaran perusahaan. Pemimpin System IV tidak menggunakan rasa takut, intimidasi, dan ancaman. Motivasi para pekerja dihasilkan dari partisipasi mereka dalam mencapai target organisasi. Proses pertukaran pesan yang terjadi di dalamnya bersifat bebas dan sangat terbuka baik dari atasan , bawahan, juga keduanya.
a.       Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannenbaum & Schmidt
Robert T'annenbaum dan Warren H. Schmidt mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan.




Mereka menyatakan bahwa pemimpin haruslah mempertimbangkan  tiga kekuatan sebelum mereka memilih suatu gaya kepemimpinan. Faktor kekuatan tersebut adalah:
1.      Faktor pemimpin itu sendiri.
Misalnya pengalamannya, latar belakang pendidikannya, pengetahuan tentang nila nilai yang dianut.
2.      Faktor bawahan.
Misalnya seberapa jauh bawahan bisa mengidentifikasikan diri dengan tujuan organisasi, keinginan mereka untuk ikut mengambil keputusan, mempunyai kebebasan, pengalaman, dan ketrampilan dalam pekerjaan.
3.      Fakotr situasi.
 Unsur situasi merupakan bentuk dari keadaan yang ditimbulkan oleh lingkungan yang dimiliki atau dihadapi oleh organisasi yang dipimpinnya, baik lingkungan fisik (kekayaan alam, iklim, suhu udara, curah hujan, kelembaban dsb) maupun lingkungan sosial (umlah penduduk, gaya hidup, kebudayaan, kepribadian, kegotongroyongan dsb).
Lingkungan yang berbeda maka situasi bisa berbeda, situasi yang berbeda menuntut penanganan sikap dan tingkah laku kepemimpinan yang berbeda pula. Hubungan antara gaya kepemimpinan, pimpinan, bawahan dan faktor situasi tersebut secara matematis dapat digambarkan sebagai berikut:
G=f{p,b,s)
Keterangan:
G= Gaya Kepemimpinan
 f = Fungsi
 p = pimpinan
b = Bawahan
s = Situasi
Faktor p dan b merupakan interaksi antara pimpinan dan bawahan yang menimbulkan dimensi tingkah laku kepemimpinan yang berorientasi tugas (otoriter) serta tingkah laku yang berorientasi hubungan kerja yang manusiawi (demokratis) seperti telah diuraikan dalam teori tingkah laku. Ke tiga faktor tersebut (p,b,dan s) adalah faktor-faktor yang menentukan tingkah laku kepemimpinan yang dipedukan bagi seorang pemimpin.
Tingkah laku kepemimpinan adalah sesuatu yang dipelajari atau dapat dibentuk melalui proses belajar. Oleh karena itu dapat diciptakan bentukbentuk latihan kepemimpinan yang berhubungan dengan tiga faktor penentu tersebut. Dengan latihan-latihan tertentu calon pemimpin dapat menemukan tingkah laku/gaya kepemimpinan yang efektif sesuai dengan berbagai situasi khusus yang dihadapi oleh organisasi yang dipimpinnya. Berdasarkan latar belakang pendekatan situasional tersebut kemudian dikembangkan berbagai penelitian yang akhirnya menemukan beberapa faktor situasional yang telah ditemukan mempengaruhi terhadap pemilihan gaya kepemimpinan tertentu antara lain:
1 kepribadian, pengalaman waktu lalu, dan pengharapan pimpinan
2. perilaku dan pengharapan Cari atasan pimpinan itu
3. sifat, pengharapan, dan perilaku bawahan
4. persyaratan pekerjaan
5. kultur dan kebijakan organisasi
6. pengharapan dan perilaku rekan kerja.
Teori kepemimpinan kontinuum yang dikembangkan oleh Tannenbaum dan Schmidt (Rawis, 2000:30). Dalam  pandangan kedua ahli ini ada dua bidang pengaruh yang ekstrim. Pertama, bidang pengaruh pemimpin di mana pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya. Kedua, bidang pengaruh kebebasan bawahan di mana pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis. Kedua bidang pengaruh ini dipergunakan dalam hubungannnya dengan perilaku pemimpin melakukan aktivitas pengambilan keputusan. Menurut dua ahli tersebut ada enam model gaya pengambilan keputusan yang dapat dilakukan oleh pemimpin, yakni :
a) Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada bawahannya. Model ini terlihat bahwa otoritas yang dipergunakan atasan terlalu dominan, sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit sekali.
b) Pemimpin menjual keputusan. Pada gaya ini pemimpin masih dominan. Bawahan belum banyak dilibatkan.
c) Pemimpin menyampaikan ide-ide dan mengundang pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan. Otoritas mulai berkurang dan bawahan diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan mulai dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
d) Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan dapat dirubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pengambilan keputusan. Otoritas pelan-pelan mulai berkurang.
e) Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran dan mengambil keputusan. Pada gaya ini otoritas yang dipergunakan sedikit. Sedangkan kebebasan bawahan dalam berpartisipasi mengambil keputusan sudah lebih banyak dipergunakan. Pemimpin merumuskan batas-batasnya dan meminta kelompok bawahan untuk mengambil keputusan. Partisipasi bawahan sudah lebih dominan.
f) Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pemimpin.
b.      Teori Kepemimpinan dari Konsep Modern Choice Approach To Participation yang Memuat Decicion Tree for Leadership dari Vroom & Yetton.
Teori kepemimpinan model Vroom dan Yetton ini merupakan salah satu teori kontingensi. Teori kepemimpinan Vroom dan Yetton disebut juga teori Normatif, karena mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentana gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Vroom danYetton memberikan beberapa gaya kepemimpinan yang layak untuk setiap situasi.
Model ini mengarah pada pemberian rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil.
Contoh kepemimpinan yang menggunakan gaya kepemimpinan vroom dan yetton dalam mengambil keputusan adalah ketua Osis. Apabila dalam melaksanakan tugas mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan ketua Osis selalu meminta pendapat dari bawahannya. Dengan mengadakan rapat Osis di mana setiap anggota berkumpil dan memberikan saran atas masalah yang di hadapi. Contohnya dalam menyelenggarakan hari kemerdekaan, bagaimana acara dapat berjalan dengan lancar serta bagaimana mendapatkan dana untuk menyelenggarakan acara tersebut. Ketua Osis menampung semua pendapat dari bendahara, seksi acara, seksi humas dll.
     
c.       Teori Kepemimpinan dari Konsep Contigency Theory of Leadership dari Fiedler
Keberhasilan menerapkan manajemen perubahan antara lain sangat ditentukan oleh gaya(style) yang diadopsi manajemen. Teori ini berpendapat tingkat keberhasilan pengmbilan keputusan sangat ditentukan oleh sejumlah gaya yang dianut dalam mengelola perubahan. Gaya/cara yang dimaksud lebih menyangkut pengambilan keputusan dan implementasi. Seseorang dapat melakoni gaya kepemimpinan dalam suatu horizon mulai dari yang sangat otokratik hingga partisipatif. Dengan demikian, maka menurut teori ini tidak selalu komotmen dan partisipasi bawahan diperlukan. Semua ini memerlukan analisis dan diagnosis mengenai kesiapan kedua belah pihak, yaitu atasan dan bawahan, baik sikap mental, motivasi, maupun kompetensinya.
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin, karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas.
Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.
Menurut teori kontinuun ada tujuh tingkatan hubungan peminpin dengan bawahan :
1. Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
2. Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
3. Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
4. Pemimpin memberikan keputusan tentative, dan keputusan masih dapat diubah.
5. Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting).
6. Pemimpin menentukan batasan – batasan dan minta kelompok untuk membuat peputusan.
7. Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas – batas yang ditentukan (joining).

Jadi, berdasarkan teori continuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari dua pandangan dasar :
1. Berorientasi kepada pemimpin.
2. Berorientasi kepada bawahan.

d.      Teori Kepemimpinan dari Konsep Path Goal Theory
Dikembangkan oleh Robert House, inti dari teori tsb  adalah merupakan tugas pemimpin untuk memberikan informasi, dukungan, atau sumber-sumber daya lain yang dibutuhkan kepada para pengikut agar mereka bias mencapai berbagai tujuan mereka. Istilah path goal berasal dari keyakinan bahwa para pemimpin yang efektif semestinya bias menunjukkan jalan guna membantu penikut-pengikut mereka mendapatkan hal-hal yang mereka butuhkan demi pencapaian tujuan kerja dan mempermudah perjalanan serta menghilangkan berbagai rintangannya.
House mengidentifikasikan epmat perilaku kepemimpinan, Pemimpin yang direktif member tahu kepada para pengikut mengenai apa yang diharapka dari mereka, menentukan pekerjaan yang harus mereka selesaikan, dan memberikan bimbingan khusus terkait dengan cara menyelesaikan berbagai tugas tersebut. Pemimpin yang Suportif adalah pemimpin yang ramah dan memerhatikan kebutuhan para pengikut. Pemimpin yang partisipatif  berunding denga para pengikut dan menggunakan saran-saran mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Pemimpin yang berorientasi pencapaian menetapkan tujuam –tujuan yang besar dan mengharapkan para pengikutnya untuk bekerja dengan sangat bai . berlawanan dengan Fiedler, House berasumsi bahwa pemimpin itu fleksibel dan bahwa pemimpin yang sama bias menampilkan satu atau seluruh perilaku ini bergantung pada situasi yang ada.
Karakteristik karyawan sebagai contoh, berikut adalah ilustrasi prediksi-prediksi yang didasarkan pada Path Goal Theory :
     Kepemimpinan direktif menghasilkan kepuasan yang lebih besar manakala tugas-tugasnya bersifat ambigu atau penuh tekanan bila dibandingkan dengan ketika tugas-tugas tersebut terstruktur sangat ketat dan diuraikan dengan sangat baik.
     Kepemimpinan yang suportif menghasilkan kinerja dan kepuasan karyawan yang tinggi ketika karyawan mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur.
     Kepemimpinan direktif cenderung dipandang tidak efektif apabila karyawan memiliki kemampuan yang diyakini baik atau pengalaman yang banyak.
     Karyawan dengan pusat kendali internal akan lebih puas denga gaya partisipatif.
     Kepemimpina yang beorientasi pencapaian dapat meningkatkan harapan para karyawan bahwa usaha akan menghasilkan kinerja yang tinggi ketika tugas-tugas disusun secara ambigu.
Hasil studi Robert House (2008:354) menjelaskan bahwa tingkah gaya para pemimpin dapat dipengaruhi oleh employee characteristics and enviroment. I. Lima karakteristik karyawan yang memengaruhi gaya kepemimpinan yaitu;
(a) locus of control
        (b) Kemampuan tugas (task ability)
 (c) kebutuhan berprestasi (need for achievement)
(d) pengalarnan (experience)
(e) kebutuhan kejelasan (needfor clarity).
2. Dua faktor lingkungan yaitu :
 (a) struktur tugas (task structure)
 (b) dinarnik kelompok keIja (work group dynamic)
KESIMPULAN
Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain. Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).
SARAN
Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri. Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.




DAFTAR PUSTAKA

Tangkilisan, S. H.N,. (2005). Manajemen Publik. Jakarta: PT Grasindo.
Griffin, W.R.(2002). Manajemen. Jakarta: Erlangga.
Sutikno, R. B. (2007). THE POWER OF EMPHATY in LEADERSHIP. Jakarta:      Gramedia Pustaka Utama.
Poniman, F. N. I.,  & Azzaini,. J. (2007). KUBIK LEADERSHIP Solusi Esensial                    Meraih Sukses dan Kemuliaan Hidup. Jakarta Selatan: PT Mizan Publika.
Robbins, S.P., & Judge, T.A. (2008) . Perilaku Organisasi . Jakarta : Salemba
M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar