Kelompok softskill 3PA06
Durian :
1. Achmad
Salman D
2. Ayu
Rosita
3. Citra
Anggraeni A
4. Fani
J
5. Sastia
Juliana
6.
Yenti Astuti
PENDAHULUAN
Manusia
adalah makhluk social yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia
selalau berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup
berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil. Hidup dalam
kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang
harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai.
Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap
insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.
Manusia
adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi dibanding makhluk Tuhan lainnya.
Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah &
memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia
seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik. Tidak hanya lingkungan yang
perlu dikelola dengan baik, kehidupan social manusiapun perlu dikelola dengan
baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya
yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri. Dengan
berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan
dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik &
sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan
agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.
LEADERSHIP
1.
Definisi Leadership atau
Kepemimpinan
Leadership
adalah kemampuan untuk menentukan kemana hidup akan kita arahkan apa-apa saja yang ingin kita
lakukan dalam hidup ini dan jalan mana yang harus kita tempuh untuk
mencapainya.
Menurut
Ralph M. Stogdill mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut: kepemimpinan
manajerial adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan
dengan tugas dari anggota kelompok (Stoner, 1986:114).
Kemudian
menurut A.M. Kadarman, Sj dan Jusuf Udaya kepemimpinan didefinisikan sebagai
seni atau proses untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar mereka mau
berusaha untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai kelompok (Kadarman et.al,
1992:110).
Lalu
menurut Kae H. Chung dan Leon C Megginson kepemimpinan didefinisikan sebagai
kesanggupan mempengaruhi prilaku orang lain dalam suatu arah tertentu (Kossen,
1986:181).
Sedangkan
menurut Edwin A. Fleishman kepemimpinan diartikan suatu usaha mempengaruhi
orang antar perseorangan (interpersonal) lewat proses komunikasi untuk mencapai
satu atau beberapa tujuan (Gibson, Ivancevich and Donnely, 1987:263).
Dan
sementara itu Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di
antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang
mencerminkan tujuan bersamanya (Joseph C. Rost.,1993).
Dari
rumusan-rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan
mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk tercapainya suatu tujuan
tertentu.
2.
Teori Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan
partisipatif menyangkut usaha-usaha oleh seorang manajer untuk mendorong dan
memudahkan partisipasi orang lain dalam pengambilan keputusan yang jika tidak
akan dibuat tersendiri oleh manajer tersebut (Yukl, 1998: 132). Kepemimpinan
ini mencakup aspek-aspek kekuasaan seperti bersama-sama menanggung kekuasaan,
pemberian kekuasaan dan proses-proses mempengaruhi yang timbal-balik. Sedangkan
yang menyangkut aspek-aspek perilaku kepemimpinan seperti prosedur-prosedur
spesifik yang digunakan untuk berkonsultasi dengan orang lain untuk memperoleh
gagasan dan saran-saran, serta perilaku spesifik yang digunakan untuk proses
pengambilan keputusan dan pendelegasian kekuasaan. Kepemimpinan partisipatif (participative leadership) adalah
pemimpin meminta dan menggunakan saran-saran bawahan, tetapi tetap berperan
dalam pengambilan dan pembuatan keputusan.
a.
Teori X & Y dari Douglas Mcglegor
Pada
tahun 1943 Malow mengungkapkan suatu teori yang mengusulkan agar orang di
motivasi oleh suatu hierarki kebutuhan termasuk intensif keuangan dan
penerimaan sosial.Hierarki maslow mungkin merupakan teori yang paling dikenal
dengan baik, sementara itu model teori X dan teori Y dari Gouglas Mcglegor
merupakan yang terbaik dalam menyajikan esensi
dari gerakan hubungan manusia. Menurut McGregor teori X dan teori Y
mereflleksikan dua keyakinan ekstrem yang membedakan manajer mengenai pekerja
mereka.
● Teori X adalah suatu pandangan yang
relatif negatif mengenal pekerja dan konsisten dengan pandangan manajemen
ilmiah.
● Sedangkan Teori Y adalah suatu pandangan positive mengenai
pekerja, teori ini mencerminkan asumsi yang dibuat dengan pendukung hubungan
manusia.
Kemunculan
perilaku Organisasi Teori X dan teori Y
Douglas
Mcrleggor mengembangkan teori X dan teori Y, Dia berpendapat bahwa teori X
merepresentasikan dengan baik pandangan dari manajemen ilmiah,sedangkan teori Y
merepretasikan pendekatan hubungan manusia. Mcgreggor yakin bahwa teori Y merupakan filosofi yang paling baik untuk
semua manajer.
Asumsi
Teori X
|
1. Orang tidak suka bekerja dan
mereka berusaha untuk menghindarinya
2. Orang tidak suka bekerja, sehingga
manajer harus mengendalikan, mengarahkan, memaksa dan mengancam pekerja agar
mereka mau bekerja menuju tujuan organisasi.
3. Orang cenderung suka untuk
diarahkan, menghindari tanggung jawab dan menginginkan keamanan, mereka
memilikki sedikit ambisi
|
Asumsi
Teori Y
|
1. Orang tidak secara alami membenci
pekerjaan, pekerjaan merupakan suatu bagian yang alami dari hidup mereka
2. Orang secara internal termotivasi
untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawab mereka.
3. Orang mengikatkan diri pada tujuan
hingga suatu tingkat dimana mereka menerima penghargaan pribadi ketika mereka
mencapai tujuan mereka.
4. Orang akan mencari dan menerima
tanggung jawab dalam kondisi yang disukai.
5. Orang memiliki kapasitas untuk
berinovasi dalam memecahkan masalah dan organisasi.
6. Orang pada dasarnya cerdas tapi
dalam kebanyakan kondisi organisasi, potensi mereka kurang dimanfaatkan
secara penuh.
|
b.
Teori Sistem 4 dari Rensis Likert
Likert
(dalam O’Hair, Friedrich &Dixon, 2005, p.152-153) menyatakan bahwa umumnya
seorang pemimpin menggunakan empat gaya komunikasi, yaitu :
1. System I (Authoritarian)
Pemimpin System I ini bersifat task
oriented, sangat terstruktur, dan otoriter. Hubungan interpersonal tidaklah
begitu penting. Pemimpin System I memiliki tingkat kepercayaan yang sangat
kecil terhadap bawahannya dan tidak melibatkan mereka di dalam pengambilan
keputusan. Bawahan bekerja dengan iklim yang terintimidasi dan rasa takut.
Komunikasi hanya berjalan dari atasan ke bawahan saja mengikuti rantai
kepemerintahan.
2. System II (Controlling) Pemimpin System II bersifat task
oriented, namun juga mengontrol organisasi atau unit di dalamnya, bersifat sedikit
otoriter. Pemimpin merendahkan bawahan dan walaupun tidak terlalu ketat, ia
juga memiliki ketidakpercayaan kepada bawahannya. Bawahan memiliki izin untuk
berpendapat pada saat pengambilan keputusan, namun permasalahan organisasi
diselesaikan seluruhnya oleh jajaran atas perusahan. Meskipun sebagian besar
arus komunikasinya dari atasan kepada bawahan, tetapi beberapa interaksi masih
terlihat langsung antara jajaran atas perusahaan dan jajaran bawah perusahaan.
3.
System III (Collaborative) Pemimpin System III secara terbuka menempatkan
keyakinan dan kepercayaan kepada bawahannya. Seorang atasan mengontrol bawahan
melalui negosiasi dan kolaborasi. Bawahan memiliki hak untuk berpendapat dalam
proses pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut persoalan kerja mereka.
Arus komunikasi mengalir secara relatif dua arah, yaitu dari atasan kepada
bawahan dan dari bawahan kepada atasan dalam hierarki organisasi.
4.
System IV (Nurturing) Pemimpin System IV berkonsentrasi pada hubungan baik
dengan atasan sekaligus bawahan mereka. Mereka memelihara keyakinan dan
kepercayaan kepada bawahannya serta memberi mereka motivasi dan semangat dalam
proses pengambilan keputusan di seluruh jajaran perusahaan. Pemimpin System IV
tidak menggunakan rasa takut, intimidasi, dan ancaman. Motivasi para pekerja
dihasilkan dari partisipasi mereka dalam mencapai target organisasi. Proses
pertukaran pesan yang terjadi di dalamnya bersifat bebas dan sangat terbuka
baik dari atasan , bawahan, juga keduanya.
a. Theory of Leadership Pattern Choice
dari Tannenbaum & Schmidt
Robert T'annenbaum dan Warren H.
Schmidt mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan.
Mereka menyatakan bahwa pemimpin
haruslah mempertimbangkan tiga kekuatan
sebelum mereka memilih suatu gaya kepemimpinan. Faktor kekuatan tersebut
adalah:
1. Faktor pemimpin itu sendiri.
Misalnya pengalamannya, latar
belakang pendidikannya, pengetahuan tentang nila nilai yang dianut.
2. Faktor bawahan.
Misalnya seberapa jauh bawahan bisa
mengidentifikasikan diri dengan tujuan organisasi, keinginan mereka untuk ikut
mengambil keputusan, mempunyai kebebasan, pengalaman, dan ketrampilan dalam
pekerjaan.
3. Fakotr situasi.
Unsur situasi merupakan bentuk dari keadaan
yang ditimbulkan oleh lingkungan yang dimiliki atau dihadapi oleh organisasi
yang dipimpinnya, baik lingkungan fisik (kekayaan alam, iklim, suhu udara,
curah hujan, kelembaban dsb) maupun lingkungan sosial (umlah penduduk, gaya
hidup, kebudayaan, kepribadian, kegotongroyongan dsb).
Lingkungan
yang berbeda maka situasi bisa berbeda, situasi yang berbeda menuntut
penanganan sikap dan tingkah laku kepemimpinan yang berbeda pula. Hubungan
antara gaya kepemimpinan, pimpinan, bawahan dan faktor situasi tersebut secara
matematis dapat digambarkan sebagai berikut:
G=f{p,b,s)
Keterangan:
G= Gaya Kepemimpinan
f = Fungsi
p = pimpinan
b = Bawahan
s = Situasi
Faktor
p dan b merupakan interaksi antara pimpinan dan bawahan yang menimbulkan
dimensi tingkah laku kepemimpinan yang berorientasi tugas (otoriter) serta
tingkah laku yang berorientasi hubungan kerja yang manusiawi (demokratis)
seperti telah diuraikan dalam teori tingkah laku. Ke tiga faktor tersebut
(p,b,dan s) adalah faktor-faktor yang menentukan tingkah laku kepemimpinan yang
dipedukan bagi seorang pemimpin.
Tingkah
laku kepemimpinan adalah sesuatu yang dipelajari atau dapat dibentuk melalui
proses belajar. Oleh karena itu dapat diciptakan bentukbentuk latihan
kepemimpinan yang berhubungan dengan tiga faktor penentu tersebut. Dengan
latihan-latihan tertentu calon pemimpin dapat menemukan tingkah laku/gaya
kepemimpinan yang efektif sesuai dengan berbagai situasi khusus yang dihadapi
oleh organisasi yang dipimpinnya. Berdasarkan latar belakang pendekatan
situasional tersebut kemudian dikembangkan berbagai penelitian yang akhirnya
menemukan beberapa faktor situasional yang telah ditemukan mempengaruhi
terhadap pemilihan gaya kepemimpinan tertentu antara lain:
1 kepribadian, pengalaman waktu
lalu, dan pengharapan pimpinan
2. perilaku dan pengharapan Cari
atasan pimpinan itu
3. sifat, pengharapan, dan perilaku
bawahan
4. persyaratan pekerjaan
5. kultur dan kebijakan organisasi
6. pengharapan dan perilaku rekan
kerja.
Teori kepemimpinan kontinuum yang
dikembangkan oleh Tannenbaum dan Schmidt (Rawis, 2000:30). Dalam pandangan kedua ahli ini ada dua bidang
pengaruh yang ekstrim. Pertama,
bidang pengaruh pemimpin di mana pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya
kepemimpinannya. Kedua, bidang
pengaruh kebebasan bawahan di mana pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis.
Kedua bidang pengaruh ini dipergunakan dalam hubungannnya dengan perilaku
pemimpin melakukan aktivitas pengambilan keputusan. Menurut dua ahli tersebut
ada enam model gaya pengambilan keputusan yang dapat dilakukan oleh pemimpin,
yakni :
a) Pemimpin membuat keputusan dan
kemudian mengumumkan kepada bawahannya. Model ini terlihat bahwa otoritas yang
dipergunakan atasan terlalu dominan, sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit
sekali.
b) Pemimpin menjual keputusan. Pada
gaya ini pemimpin masih dominan. Bawahan belum banyak dilibatkan.
c) Pemimpin menyampaikan ide-ide dan
mengundang pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan.
Otoritas mulai berkurang dan bawahan diberi kesempatan untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Bawahan mulai dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
d) Pemimpin memberikan keputusan
bersifat sementara yang kemungkinan dapat dirubah. Bawahan sudah mulai banyak
terlibat dalam rangka pengambilan keputusan. Otoritas pelan-pelan mulai
berkurang.
e) Pemimpin memberikan persoalan,
meminta saran-saran dan mengambil keputusan. Pada gaya ini otoritas yang
dipergunakan sedikit. Sedangkan kebebasan bawahan dalam berpartisipasi
mengambil keputusan sudah lebih banyak dipergunakan. Pemimpin merumuskan
batas-batasnya dan meminta kelompok bawahan untuk mengambil keputusan.
Partisipasi bawahan sudah lebih dominan.
f) Pemimpin mengizinkan bawahan
melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh
pemimpin.
b. Teori Kepemimpinan dari Konsep
Modern Choice Approach To Participation yang Memuat Decicion Tree for
Leadership dari Vroom & Yetton.
Teori kepemimpinan model Vroom dan Yetton ini merupakan salah
satu teori kontingensi. Teori kepemimpinan Vroom dan Yetton disebut juga teori
Normatif, karena mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentana gaya
kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Vroom danYetton
memberikan beberapa gaya kepemimpinan yang layak untuk setiap situasi.
Model
ini mengarah pada pemberian rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang
sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Gaya kepemimpinan yang tepat
ditentukan oleh corak yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil.
Contoh kepemimpinan yang menggunakan gaya kepemimpinan vroom dan
yetton dalam mengambil keputusan adalah ketua Osis. Apabila dalam melaksanakan
tugas mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan ketua Osis selalu meminta
pendapat dari bawahannya. Dengan mengadakan rapat Osis di mana setiap anggota
berkumpil dan memberikan saran atas masalah yang di hadapi. Contohnya dalam
menyelenggarakan hari kemerdekaan, bagaimana acara dapat berjalan dengan lancar
serta bagaimana mendapatkan dana untuk menyelenggarakan acara tersebut. Ketua
Osis menampung semua pendapat dari bendahara, seksi acara, seksi humas dll.
c. Teori Kepemimpinan dari Konsep
Contigency Theory of Leadership dari Fiedler
Keberhasilan menerapkan manajemen perubahan antara lain sangat
ditentukan oleh gaya(style) yang diadopsi manajemen. Teori ini berpendapat
tingkat keberhasilan pengmbilan keputusan sangat ditentukan oleh sejumlah gaya
yang dianut dalam mengelola perubahan. Gaya/cara yang dimaksud lebih menyangkut
pengambilan keputusan dan implementasi. Seseorang dapat melakoni gaya
kepemimpinan dalam suatu horizon mulai dari yang sangat otokratik hingga
partisipatif. Dengan demikian, maka menurut teori ini tidak selalu komotmen dan
partisipasi bawahan diperlukan. Semua ini memerlukan analisis dan diagnosis
mengenai kesiapan kedua belah pihak, yaitu atasan dan bawahan, baik sikap
mental, motivasi, maupun kompetensinya.
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan
Warren H. Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994)
berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara,
yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku
otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut
dengan perilaku demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di
mana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi
otoritas berada di tangan pemimpin, karena pemusatan kekuatan dan pengambilan
keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan
bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif,
gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan
cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan
keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis
ini adalah pada tugas.
Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber
kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan
dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya
berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, di mana si
pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya.
Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.
Menurut
teori kontinuun ada tujuh tingkatan hubungan peminpin dengan bawahan :
1.
Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
2.
Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
3.
Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
4.
Pemimpin memberikan keputusan tentative, dan keputusan masih dapat diubah.
5.
Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan
(consulting).
6.
Pemimpin menentukan batasan – batasan dan minta kelompok untuk membuat
peputusan.
7.
Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas – batas yang ditentukan
(joining).
Jadi, berdasarkan teori continuum, perilaku pemimpin pada
dasarnya bertitik tolak dari dua pandangan dasar :
1.
Berorientasi kepada pemimpin.
2.
Berorientasi kepada bawahan.
d. Teori Kepemimpinan dari Konsep Path
Goal Theory
Dikembangkan
oleh Robert House, inti dari teori tsb
adalah merupakan tugas pemimpin untuk memberikan informasi, dukungan,
atau sumber-sumber daya lain yang dibutuhkan kepada para pengikut agar mereka
bias mencapai berbagai tujuan mereka. Istilah path goal berasal dari keyakinan
bahwa para pemimpin yang efektif semestinya bias menunjukkan jalan guna
membantu penikut-pengikut mereka mendapatkan hal-hal yang mereka butuhkan demi
pencapaian tujuan kerja dan mempermudah perjalanan serta menghilangkan berbagai
rintangannya.
House
mengidentifikasikan epmat perilaku kepemimpinan, Pemimpin yang direktif member
tahu kepada para pengikut mengenai apa yang diharapka dari mereka, menentukan
pekerjaan yang harus mereka selesaikan, dan memberikan bimbingan khusus terkait
dengan cara menyelesaikan berbagai tugas tersebut. Pemimpin yang Suportif
adalah pemimpin yang ramah dan memerhatikan kebutuhan para pengikut. Pemimpin
yang partisipatif berunding denga para
pengikut dan menggunakan saran-saran mereka sebelum mengambil suatu keputusan.
Pemimpin yang berorientasi pencapaian menetapkan tujuam –tujuan yang besar dan
mengharapkan para pengikutnya untuk bekerja dengan sangat bai . berlawanan
dengan Fiedler, House berasumsi bahwa pemimpin itu fleksibel dan bahwa pemimpin
yang sama bias menampilkan satu atau seluruh perilaku ini bergantung pada
situasi yang ada.
Karakteristik karyawan sebagai
contoh, berikut adalah ilustrasi prediksi-prediksi yang didasarkan pada Path
Goal Theory :
● Kepemimpinan direktif menghasilkan
kepuasan yang lebih besar manakala tugas-tugasnya bersifat ambigu atau penuh
tekanan bila dibandingkan dengan ketika tugas-tugas tersebut terstruktur sangat
ketat dan diuraikan dengan sangat baik.
● Kepemimpinan yang suportif
menghasilkan kinerja dan kepuasan karyawan yang tinggi ketika karyawan
mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur.
● Kepemimpinan direktif cenderung
dipandang tidak efektif apabila karyawan memiliki kemampuan yang diyakini baik
atau pengalaman yang banyak.
● Karyawan dengan pusat kendali
internal akan lebih puas denga gaya partisipatif.
● Kepemimpina yang beorientasi
pencapaian dapat meningkatkan harapan para karyawan bahwa usaha akan
menghasilkan kinerja yang tinggi ketika tugas-tugas disusun secara ambigu.
Hasil
studi Robert House (2008:354) menjelaskan bahwa tingkah gaya para pemimpin
dapat dipengaruhi oleh employee characteristics and enviroment. I. Lima
karakteristik karyawan yang memengaruhi gaya kepemimpinan yaitu;
(a) locus of control
(b)
Kemampuan tugas (task ability)
(c) kebutuhan berprestasi (need for
achievement)
(d)
pengalarnan (experience)
(e) kebutuhan kejelasan (needfor
clarity).
2. Dua faktor lingkungan yaitu :
(a) struktur tugas (task structure)
(b) dinarnik kelompok keIja (work group
dynamic)
KESIMPULAN
Kata
pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat
dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu
sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki
beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang
digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya,
atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap
teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Rahasia
utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari
kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang
pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk
memperbaiki orang lain. Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang
diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam
diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the
inside out).
SARAN
Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan
pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan
dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri. Jika saja Indonesia
memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena
jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut
mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah
pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung
kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang
dipimpin.
DAFTAR PUSTAKA
Tangkilisan, S. H.N,. (2005). Manajemen Publik. Jakarta: PT Grasindo.
Griffin, W.R.(2002). Manajemen. Jakarta: Erlangga.
Sutikno, R. B. (2007). THE POWER OF EMPHATY in LEADERSHIP.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Poniman, F. N. I.,
& Azzaini,. J. (2007). KUBIK
LEADERSHIP Solusi Esensial Meraih Sukses dan Kemuliaan Hidup. Jakarta
Selatan: PT Mizan Publika.
Robbins, S.P., & Judge, T.A.
(2008) . Perilaku Organisasi .
Jakarta : Salemba
M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar